Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar serta pemilik jumlah penduduk terbesar
keempat di dunia. Fakta tersebut menunjukkan betapa Indonesia merupakan suatu
negara besar yang tentunya membutuhkan pengelolaan kompleks dari berbagai sisi,
salah satunya dalam masalah energi. Dengan jumlah penduduk 237 juta orang
(sensus 2010) konsumsi energi Indonesia tentunya sangat besar dan sampai saat
ini pemenuhan kebutuhan tersebut masih bergantung pada sektor energi fosil. Hal
tersebut tentunya perlu suatu solusi khusus mengingat persediaan energi fosil
yang terbatas dan semakin meningginya harga komoditas tersebut di dunia Internasional.
Berdasarkan
data dari buku putih Energi Nasional 2005-2025, kebutuhan energi nasional akan
meningkat dari 122 GWth (674 juta SBM) pada tahun 2002 menjadi 304 GWth (1680
juta SBM) pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat atau naik dengan
laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2%. Sekitar 51 % dari kebutuhan
energi nasional ini akan digunakan di wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali).
Berdasarkan UU no. 30/2007 tentang diversifikasi dan konservasi energi terdapat
alokasi sebesar 5% pada tahun 2025 untuk energi baru terbarukan untuk dapat
dikembangkan, salah satunya adalah energi nuklir.
Nuklir selalu
menjadi pro kontra di tengah masyarakat. Keberadaannya sebagai sumber energi
yang luar biasa besar masih diperdebatkan sampai saat ini. Hal itu merujuk pada
potensi bahaya yang ditimbulkan olehnya. Rencana pembangunan Nuklir di
Indonesia sudah dicanangkan dengan dua
lokasi oleh pemerintah yang sudah dipersiapkan, yaitu di Jepara dan di Bangka
Belitung. Namun ketidaksiapan sosial masyarakat Indonesia, khususnya Jawa
Tengah dan intervensi LSM asing Greenpeace
akhirnya memaksa pemerintah menunda rencana pembangunan reaktor tersebut
setelah mendapat kritik dari masyarakat pada Juni 2007. Hal terbesar yang
dikhawatirkan masyarakat adalah tentang potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
reaktor nuklir tersebut.
Secara
prinsip kerja, PLTN tidak jauh berbeda dengan PLTU pada umumnya. Prinsip yang
digunakan adalah memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh uranium untuk
menguapkan air. Uap tersebut kemudian mengalir dan kemudian menggerakkan turbin
dan generator yang kemudian menghasilkan listrik. Namun satu hal yang perlu
dicatat adalah konsumsi uranium untuk menghasilkan energi jauh lebih kecil dari
batu bara, gas, atau minyak bumi dan juga tidak ada emisi gas yang terbuang
dalam proses tersebut. Sebagai perbandingan sekitar 1 kg uranium dapat
menghasilkan listrik sebesar 50.000 kWh listrik sementara 1 kg batu baru hanya
dapat menghasilkan 3 kWh dan minyak bumi sekitar 4 kWh (sumber: http://pustaka.unpad.ac.id).
Menurut Dr. Hanan Widiarto dari Jurusan Teknik Nuklir UGM satu unit reaktor
Nuklir dapat menghasilkan 1000 MW sehingga Nuklir menjadi sumber energi yang
paling realistis dibanding sumber energi lainnya untuk dikembangkan. Beliau
juga menyatakan bahwa teknologi untuk mengambangkan reaktor nuklir sudah
dimiliki di samping pakar Nuklir Indonesia yang juga sudah melimpah. Sebagai
catatan sejauh ini
nuklir sudah memenuhi 15 % kebutuhan listrik dunia dan mencegah emisi 2,1
milyar ton CO2 per tahun.
Lalu, bagaimana potensi bahaya
nuklir yang dikhawatirkan masyarakat serta bagaimana penanggulangannya? Potensi
bahaya tersebut tercatat ada dua hal: 1.Resiko Kecelakaan Nuklir 2.Limbah
Nuklir. Dua
hal tersebut masih menjadi permasalahan utama dalam pembangunan PLTN. Namun
bukan berarti tidak dapat ditangani. Berdasarkan sumber dari BAPETEN, PLTN dirancang dengan
pertahanan berlapis yang disesuaikan dengan asumsi ancaman kecelakaan seperti
gempa, tsunami, dan lain-lain, selain itu pertahanan berlapis tersebut juga
mencegah bahan-bahan radioaktif untuk keluar dari ruang matriks bahan bakar di
bagian terdalam reaktor. Jadi secara fisik PLTN memang disesuaikan dengan
potensi ancaman dari luar sehingga tingkat keamanannya benar-benar
diperhitungkan secara baik. Jika sudah dirancang dengan baik kemungkinan untuk
terjadinya kecelakaan besar sangat dapat direduksi. Peristiwa di Fukushima
terjadi dikarenakan efek gempa yang terjadi lebih besar dibanding dengan
rancangan yang dibuat sehingga kecelakaan tersebut dapat terjadi, hal tersebut
dikarenakan reaktor tersebut merupakan reaktor tua yang seharusnya sudah
dirancang ulang tingkat keamanannya.
Untuk pengolahan limbah dari Nuklir
dilakukan dengan tiga prinsip: 1. Memperkecil volume limbah dengan cara
diuapkan, atau ditekan 2. Mengolah menjadi bentuk yang stabil 3. Menyimpan limbah yang telah diolah dalam suatu
tempat yang terisolasi. Dengan upaya-upaya tersebut, masalah-masalah reaktor di
atas sesungguhnya dapat diatasi. Dengan demikian penggunaan energi nuklir itu
jika digunakan dengan prosedur yang benar serta perencanaan yang matang akan
sangat bermanfaat dan menjadi solusi yang baik untuk mengatasi masalah
ketersediaan energi nasional.
No comments:
Post a Comment