Kejuaraan ini sebenarnya telah berumur 114 tahun karena sudah dipertandingkan sejak April 1899, menyusul kesuksesan kejuaraan bulutangkis pertama di dunia pada 1898 di Guilford. Namun, kompetisi sempat beberapa kali tidak dilaksanakan karena berbagai hal, seperti saat Perang Dunia I (1915-1919) dan II (1940-1946), sehingga tahun ini penyelenggaraannya masih yang ke-103. Sejak digelar, All England sudah berpindah tempat ke 8 lokasi berbeda.
Sebelum All England, nama turnamen adalah 'Kejuaraan Inggris Terbuka' dan hanya memainkan sektor ganda, yaitu ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran. Namun, setelah itu, nomor tunggal putra dan putri ikut ditarungkan. Nama All England sendiri baru dipakai sejak 1902.
All England sempat diberi 'gelar' sebagai kejuaraan dunia tidak resmi oleh insan bulutangkis di dunia ini. Itu karena penting dan bergengsinya turnamen ini. Sejak digelar, All England telah delapan kali berpindah lokasi berbeda, dan terakhir diadakan di Birmingham. Meskipun bukan turnamen yang menyediakan hadiah tertinggi, All England selalu dibanjiri pemain-pemain dunia. Pemain boleh tidak tampil di turnamen lainnya, meskipun hadiahnya lebih besar, tetapi tidak dengan kompetisi yang menyediakan total hadiah US$ 200.000 ini.
Turnamen ini mempunyai sejarah panjang dan tertua di dunia. Para pemain, belum merasa lengkap menjadi yang terbaik jika belum merebut gelar juara All England. Banyak pemain yang berlatih keras karena prioritas utama mereka ingin mencetak sejarah dengan juara di All England. Seorang pemain akan lebih lengkap gelar juaranya jika merasakan All England, juara dunia, dan Olimpiade. Juara dunia dan Olimpiade tentu juga diimpikan semua pemain di dunia ini. Dua ajang ini bahkan tidak menyodorkan hadiah sama sekali namun menjadi hal yang sangat penting dan bersejarah bagi seorang pemain bulutangkis.
Dalam sejarahnya, sebelum dikuasai para pemain Asia, gelar All England terlebih dahulu dikuasai oleh pemain lokal. Hingga sekarang, Sir George Alan Thomas tercatat sebagai atlet yang paling banyak merebut gelar juara, yaitu dengan 21 titel dari berbagai nomor. Pada era modern ketika pemain Asia mulai berjaya, nama-nama seperti Rudy Hartono, Liem Swie King (Indonesia), Susy Susanti (Indonesia), Ye Zhaoying, Gong Zhichao, Xie Xinfang (China), Park Joo Bong/ Kim Moon Soo, Li Yong Bo/ Tian Bingyi merupakan pemain paling sukses merebut banyak gelar.
Rudy mencatat rekor delapan kali juara tunggal putra, yaitu pada 1968-1974, dan 1976. Rekor ini begitu fantastis, dan belum ada yang mampu menyamainya. Rasanya sulit bagi pemain sekarang untuk menyaingi apa yang telah diraih pria asal Surabaya ini. Rudy, dalam sebuah kesempatan mengatakan, harus berlatih keras selama enam bulan sebelum tampil di All England.
- Catatan Emas Indonesia
Sejarah menulisnya lebih singkat dengan Rudy Hartono. Hingga saat ini rekor 8 kali juara All England, 7 diantaranya direbut secara berturut turut belum bisa terpecahkan. Di luar All England, hampir semua gelar pernah diraihnya termasuk Thomas Cup dan World Cup yang terakhir dilakoninya pada 1980.
Rudy Hartono mencatat rekor delapan kali juara tunggal putra, yaitu pada 1968-1974, dan 1976. Rekor ini begitu fantastis, dan belum ada yang mampu menyamainya. Rasanya sulit bagi pemain sekarang untuk menyaingi apa yang telah diraih pria asal Surabaya ini.
2. LIEM SWIE KING
Liem Swie King merupakan generasi emas kedua di tunggal putra. King dianggap penerus kejayaan yang ditinggal Rudy Hartono. Tiga kali gelar All England dan empat runner-up dirasakan pebulutangkis kelahiran Kudus, 28 Februari 1956 ini. Gaya smash yang dilakukannya sambil melompat menjadi cirikhasnya hingga melahirkan julukan “King Smash”.
3. ALAN BUDIKUSUMA
Permainannya tidak segemilang Rudy Hartono maupun Liem Swie King. Namun prestasi yang telah mengharumkan nama Indonesia untuk pertamakalinya di ajang Olimpiade Barcelona 1992 membuat Alan Budikusuma masuk daftar pebulutangkis terbaik di negeri ini. Alan belum pernah merasakan juara All England maupun Thomas Cup. Namun dengan emas Olimpiade, Alan dianugrahi Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama seperti Rudy Hartono.
4. HARYANTO ARBI
Pebulutangkis Indonesia yang juga memiliki gelar lengkap. Dua kali gelar All England bisa diraihnya pada 1993, 1994. Juara Thomas Cup pernah dirasakan sebanyak 4 kali (1994, 1996, 1998, 2000), Juara Dunia 1994, 1995 dan beberapa open turnamen lainnya. Yang lebih fenomenal, Haryanto Arbi merupakan penerus Liem Swie King dalam hal jumping smash. Bahkan Haryanto Arbi dijuluki “Smash 100 watt” karena kecepatannya.
Juara All England terakhir dari Indonesia adalah pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad / Lilyana Natsir yang menjuarai All England pada tahun 2012 lalu (Gambar di bawah ini).
No comments:
Post a Comment